Sunday, June 28, 2020

LAPORAN PENDAHULUAN KEJANG DEMAM



1.    Pengertian Kejang Demam
Kejang demam adalah gangguan neurologis yang paling sering ditemukan pada anak, hal ini terutama pada rentang usia 6 bulan sampai 5 tahun. Berbagai kesimpulan telah dibuat oleh para peneliti bahwa kejang demam bisa berhubungan dengan usia, tingkatan suhu tubuh serta kecepatan peningkatan suhu tubuh, termasuk faktor hereditas juga berperan terhadap bangkitan kejang demam lebih banyak dibandingkan dengan anak normal (Sodikin, 2014). Anak yang mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi usia kurang lebih 6 bulan tidak termasuk dalam kejang demam (Nataprawira, 2015).
Kejang demam adalah serangan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh. Suhu rektal di atas 38ºC (Riyadi & Sukarmin, 2014). Kejang demam adalah kejang pada anak antara usia 6 bulan sampai 5 tahun yang disebabkan karena anak mengalami demam lebih dari atau 38ºC, tetapi kejang tidak harus terjadi ketika suhu lebih dari 38ºC karena pada demam yang temperaturnya lebih rendah dari 38ºC pun juga dapat terjadi kejang (Marmi, 2014).Kejang demam terjadi jarang sebelum umur 6 bulan dan sesudah umur 5 tahun. Kejadian kejang demam menunjukan fenomena kecenderungan faktor genetik. Resiko kejang demam meningkat jika ada riwayat kejang demam pada keluarga (orang tua & saudara kandung) (Behrman,  2013).
Jadi dapat disimpulkan kejang demam adalah kejang yang diakibatkan karena gangguan syaraf otak pada anak-anak. Gangguan syaraf tersebut terjadi karena disebabkan kenaikan suhu (suhu rektal di atas 39ºC).

2.    Etiologi
          Penyebab kejang demam yaitu (Suryanti, 2013)
  • Demam itu sendiri yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih.
  • Efek produk toksik dari pada mikroorganisme.
  • Respon alergik atau keadaan umum yang abnormal oleh infeksi.
  • Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit.
  • Ensefalitis viral yaitu radang otak akibat virus.
3.    Tanda dan Gejala
          Tanda dan gejala anak yang mengalami kejang demam adalah sebagai berikut:
  1. Demam.
  2. Saat kejang, anak kehilangan kesadaran dan kadang-kadang nafas dapat berhenti beberapa saat.
  3. Tubuh, termasuk tangan dan kaki jadi kaku, kepala terkulai kebelakang, disusul gerakan kejut yang kuat.
  4.   Warna kulit berubah pucat, bahkan dapat membiru dan bola mata naik ke atas.
  5.  Gigi terkatup dan kadang disertai muntah.
  6. Nafas dapat berhenti beberapa saat.
  7. Anak tidak dapat mengontrol buang air besar dan kecil.
4.    Klasifikasi Kejang Demam 
     Kejang demam dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
a.  Kejang demam sederhana (simple febrile seizure) yaitu, kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam.
b.   Kejang demam kompleks (complex febrile seizure) yaitu, kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini (ILAE, 2013):
1) Kejang lama > 15 menit, kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam.
2)  Kejang fokal atau persial satu sisi atau kejang umum didahului kejang parsial.
3) Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam. Kejang berulang terjadi pada 16% di anatara anak yang mengalami kejang demam.

5.    Patofisiologi
Infeksi yang terjadi pada jaringan di luar kranial seperti tonsilitis, otitis media akut, bronchitis penyebab terbanyaknya adalah bakteri yang bersifat toksik. Toksik yang dihasilkan oleh mikroorganisme dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui hematogen maupun limfogen.
Penyebaran toksik ke seluruh tubuh akan direspon oleh hipotalamus dengan menaikkan pengaturan suhu di hipotalamus sebagai tanda tubuh mengalami bahaya secara sistemik.Naiknya pengaturan suhu di hipotalamus akan merangsang kenaikan suhu tubuh di bagian yang lain seperti otot, kulit sehingga terjadi peningkatan kontraksi otot.
Naiknya suhu di hipotalamus, otot, kulit dan jaringan tubuh yang lain akan disertai pengeluaran mediator kimia seperti epinefrin dan prostlaglandin. Pengeluaran mediator kimia ini dapat merangsang peningkatan potensial aksi pada neuron. Peningkatan potensial inilah yang merangsang perpindahan ion natrium, ion kalium dengan cepat dari luar sel menuju ke dalam sel. Peristiwa inilah yang disuga dapat menaikkan fase deplorasi neuron dengan cepat sehingga timbul kejang (Sujono & Sukarmin, 2013).

6.    Komplikasi
Komplikasi pada kejang demam anak menurut Garna & Nataprawira (2014):
a.  Epilepsi
Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat yang dicirikan oleh terjadinya serangan yang bersifat spontan dan berkala. Bangkitan kejang yang terjadi pada epilepsi kejang akibat lepasnya muatan listrik yang berlebihan di sel neuron saraf pusat.
b.  Kerusakan jaringan otak
Terjadi melalui mekanisme eksitotoksik neuron saraf yang aktif sewaktu kejang melepaskan glutamat yang mengikat resptor M Metyl DAsparate (MMDA) yang mengakibatkan ion kalsium dapat masuk ke sel otak yang merusak sel neuoran secara irreversible.
c. Retardasi mental
Retardasi mental dapat terjadi karena defisit neurologis pada demam neonatus.
d.  Aspirasi
Aspirasi terjadi jika lidah jatuh kebelakang yang mengakibatkan obstruksi jalan napas.

7.    Pemeriksaan Penunjang 
     Pemeriksaan penunjang untuk penyakit kejang demam adalah:
a. Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi untuk penyebab demam atau kejang, pemeriksaan dapat meliputi darah perifer lengkap, gula darah, elektrolit, urinalisis dan biakan darah urin atau feses.
b. Pemeriksaan cairan cerebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau kemungkinan terjadinya meningitis. Pada bayi kecil sering kali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Jika yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan fungsi lumbal. Fungsi lumbal dilakukan pada:
1)  Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan.
2)  Bayi berusia 12-18 bulan tidak perlu dilakukan.
c.  Pemeriksaan elektroenselografi (EEG) tidak direkomendasikan. Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada kejang demam yang tidak khas, misalnya: kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun dan kejang demam fokal.
d.    Pemeriksaan CT Scan dilakukan jika ada indikasi (Pudjiaji, 2013):
1) Kelainan neurologis fokal yang menetap atau kemungkinan adanya lesi struktural diotak.
2) Terdapat tanda tekanan intrakranial seperti kesadaran menurun, muntah berulang-ulang, ubun-ubun menonjol dan edema pupil.
e. Pemeriksaan neurologis yang pertama kali dilakukan secara inspeksi adanya kelainan neurologis seperti kejang, gemetaran, gerakan halus yang konstan, gerakan spasmodic yang berlangsung singkat seperti otot lelah, gerakan involumer kasar tanpa tujuan, kelumpuhan pada anggota gerak.
f.    Pemeriksaan reflex, pada pemeriksaan ini yang dilakukan adalah:
1) Reflex supervisial, dengan cara menggores kulit abdomen dengan empat goresan yang membentuk segi empat di bawah xifoid.
2) Refleks tendon, dengan mengetuk menggunakan hammer pada tendon, biseps, trisep, patella, achiles dengan penilaian pada bisep (terjadi fleksi sendi siku), trisep (terjadi ekstensi sendi siku), achiles (terjadi fleksi plantar kaki), apabila hiperrefleks berarti ada kelainan pada upper motor neuron dan apabila hiporefleks maka ada kelainan pada lower motor neuron.
g.  Refleks patologis dapat menilai adanya refleks Babinski dengan cara mengompreskan plantar kaki dengan alat yang sedikit runcing, hasilnya positif apabila terjadi ekstensi ibu jari.
h. Pemeriksaan tanda meningeal antara lain kaku kuduk dengan cara pasien diatur posisi terlentang kemudian leher ditekuk apabila terdapat tekanan dagu dan tidak menempel atau mengenai bagian dada maka terjadi kaku kuduk.
i.  Pemeriksaan keempat adalah pemeriksaan kekuatan dan tonus otot dengan menilai pada bagian ekstremitas, dengan cara memberi tahanan atau menggerakkan bagian otot yang akan dinilai (Hidayat, 2014).

8.    Penatalaksanaan Keperawatan (Nurarif & Kusuma, 2013):
a. Manajemen demam atau termoregulator tubuh:
1)  Anjurkan berikan pakaian yang tipis dan menyerap keringat
2)  Anjurkan untuk tidak memakai selimut dan pakaian tebal
3)  Berikan kompres hangat pada lipatan tubuh (aksila, lipatan paha, leher), lakukan tapid sponge.
4)  Anjurkan untuk meningkatkan intake cairan oral (banyak minum air putih atau ASI)
5)  Manajemen cairan dan elektrolit
6)  Monitor TTV
7)  Monitor intake dan output cairan
8)  Monitor status hidrasi (kelembaban membrane mukosa, nadi adekuat, turgor kulit)
9)  Monitor hasil laboratorium (darah lengkap dan urin lengkap)
10)Kolaborasi pemberian cairan intravena
11)Berikan cairan oral sesuai kebutuhan
b. Mengamankan jalan nafas
1)  Buka jalan nafas
2)  Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
3)  Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat bantu nafas
4)  Pasang OPA bila diperlukan
5)  Singkirkan benda-benda yang mengganggu pernafasan
c.  Mencegah resiko jatuh
1)  Identifikasi kebutuhan keamanan pasien
2)  Gunakan skala humpty dumpty, gunakan gelang resiko jatuh (kuning), pasang tanda resiko jatuh (segitiga warna kuning) di tempat tidur.
3)  Pembatasan gerak saat kejang
4)  Baringkan pasien di tempat rata, kepala dimiringkan dan pasang tongue spatel yang telah dibungkus kassa.
5)  Kolaborasi pemberian oksigen, cairan infus antipiretik dan antikonvulsi.

No comments:

Post a Comment