1. Pengertian
Kejang Demam
Kejang demam
adalah gangguan neurologis yang paling sering ditemukan pada anak, hal ini
terutama pada rentang usia 6 bulan sampai 5 tahun. Berbagai kesimpulan telah
dibuat oleh para peneliti bahwa kejang demam bisa berhubungan dengan usia,
tingkatan suhu tubuh serta kecepatan peningkatan suhu tubuh, termasuk faktor
hereditas juga berperan terhadap bangkitan kejang demam lebih banyak dibandingkan
dengan anak normal (Sodikin, 2014). Anak
yang mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk
kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi usia kurang lebih 6 bulan tidak
termasuk dalam kejang demam (Nataprawira, 2015).
Kejang demam
adalah serangan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh. Suhu rektal di
atas 38ºC (Riyadi & Sukarmin, 2014). Kejang demam adalah kejang pada anak
antara usia 6 bulan sampai 5 tahun yang disebabkan karena anak mengalami demam
lebih dari atau 38ºC, tetapi kejang tidak harus terjadi ketika suhu lebih dari
38ºC karena pada demam yang temperaturnya lebih rendah dari 38ºC pun juga dapat
terjadi kejang (Marmi, 2014).Kejang demam terjadi jarang sebelum umur 6 bulan
dan sesudah umur 5 tahun. Kejadian kejang demam menunjukan fenomena
kecenderungan faktor genetik. Resiko kejang demam meningkat jika ada riwayat
kejang demam pada keluarga (orang tua & saudara kandung) (Behrman, 2013).
Jadi dapat
disimpulkan kejang demam adalah kejang yang diakibatkan karena gangguan syaraf
otak pada anak-anak. Gangguan syaraf tersebut terjadi karena disebabkan kenaikan
suhu (suhu rektal di atas 39ºC).
2. Etiologi
Penyebab kejang
demam yaitu (Suryanti, 2013)
- Demam itu sendiri yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih.
- Efek produk toksik dari pada mikroorganisme.
- Respon alergik atau keadaan umum yang abnormal oleh infeksi.
- Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit.
- Ensefalitis viral yaitu radang otak akibat virus.
3. Tanda
dan Gejala
Tanda dan gejala
anak yang mengalami kejang demam adalah sebagai berikut:
- Demam.
- Saat kejang, anak kehilangan kesadaran dan kadang-kadang nafas dapat berhenti beberapa saat.
- Tubuh, termasuk tangan dan kaki jadi kaku, kepala terkulai kebelakang, disusul gerakan kejut yang kuat.
- Warna kulit berubah pucat, bahkan dapat membiru dan bola mata naik ke atas.
- Gigi terkatup dan kadang disertai muntah.
- Nafas dapat berhenti beberapa saat.
- Anak tidak dapat mengontrol buang air besar dan kecil.
4. Klasifikasi
Kejang Demam
Kejang demam dibagi menjadi dua
jenis, yaitu:
a. Kejang
demam sederhana (simple febrile seizure) yaitu, kejang demam yang
berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan umumnya akan berhenti sendiri.
Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak
berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara
seluruh kejang demam.
b. Kejang
demam kompleks (complex febrile seizure) yaitu, kejang demam dengan
salah satu ciri berikut ini (ILAE, 2013):
1) Kejang lama > 15 menit, kejang yang
berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan
diantara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8% kejang
demam.
2) Kejang fokal atau persial satu sisi atau
kejang umum didahului kejang parsial.
3) Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
Kejang berulang terjadi pada 16% di anatara anak yang mengalami kejang demam.
5. Patofisiologi
Infeksi yang
terjadi pada jaringan di luar kranial seperti tonsilitis, otitis media akut,
bronchitis penyebab terbanyaknya adalah bakteri yang bersifat toksik. Toksik
yang dihasilkan oleh mikroorganisme dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui
hematogen maupun limfogen.
Penyebaran
toksik ke seluruh tubuh akan direspon oleh hipotalamus
dengan menaikkan pengaturan suhu di hipotalamus
sebagai tanda tubuh mengalami bahaya secara sistemik.Naiknya pengaturan suhu di
hipotalamus akan merangsang kenaikan
suhu tubuh di bagian yang lain seperti otot, kulit sehingga terjadi peningkatan
kontraksi otot.
Naiknya suhu di hipotalamus, otot, kulit dan jaringan
tubuh yang lain akan disertai pengeluaran mediator kimia seperti epinefrin dan prostlaglandin. Pengeluaran mediator kimia ini dapat merangsang
peningkatan potensial aksi pada neuron. Peningkatan potensial inilah yang
merangsang perpindahan ion natrium, ion kalium dengan cepat dari luar sel
menuju ke dalam sel. Peristiwa inilah yang disuga dapat menaikkan fase
deplorasi neuron dengan cepat sehingga timbul kejang (Sujono & Sukarmin,
2013).
6. Komplikasi
Komplikasi pada
kejang demam anak menurut Garna & Nataprawira (2014):
a. Epilepsi
Epilepsi
merupakan gangguan susunan saraf pusat yang dicirikan oleh terjadinya serangan
yang bersifat spontan dan berkala. Bangkitan kejang yang terjadi pada epilepsi
kejang akibat lepasnya muatan listrik yang berlebihan di sel neuron saraf
pusat.
b. Kerusakan jaringan otak
Terjadi
melalui mekanisme eksitotoksik neuron saraf yang aktif sewaktu kejang
melepaskan glutamat yang mengikat resptor M Metyl DAsparate (MMDA) yang
mengakibatkan ion kalsium dapat masuk ke sel otak yang merusak sel neuoran
secara irreversible.
c.
Retardasi mental
Retardasi mental dapat terjadi
karena defisit neurologis pada demam neonatus.
d. Aspirasi
Aspirasi
terjadi jika lidah jatuh kebelakang yang mengakibatkan obstruksi jalan napas.
7. Pemeriksaan
Penunjang
Pemeriksaan
penunjang untuk penyakit kejang demam adalah:
a. Pemeriksaan
penunjang dilakukan sesuai indikasi untuk penyebab demam atau kejang,
pemeriksaan dapat meliputi darah perifer lengkap, gula darah, elektrolit,
urinalisis dan biakan darah urin atau feses.
b. Pemeriksaan
cairan cerebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau kemungkinan
terjadinya meningitis. Pada bayi kecil sering kali sulit untuk menegakkan atau
menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas.
Jika yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan fungsi lumbal.
Fungsi lumbal dilakukan pada:
1) Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan.
2) Bayi berusia 12-18 bulan tidak perlu
dilakukan.
c. Pemeriksaan
elektroenselografi (EEG) tidak direkomendasikan. Pemeriksaan ini dapat
dilakukan pada kejang demam yang tidak khas, misalnya: kejang demam kompleks
pada anak usia lebih dari 6 tahun dan kejang demam fokal.
d. Pemeriksaan
CT Scan dilakukan jika ada indikasi
(Pudjiaji, 2013):
1)
Kelainan neurologis fokal yang menetap atau kemungkinan adanya lesi struktural
diotak.
2) Terdapat tanda tekanan intrakranial seperti
kesadaran menurun, muntah berulang-ulang, ubun-ubun menonjol dan edema pupil.
e. Pemeriksaan
neurologis yang pertama kali dilakukan secara inspeksi adanya kelainan
neurologis seperti kejang, gemetaran, gerakan halus yang konstan, gerakan spasmodic yang berlangsung singkat
seperti otot lelah, gerakan involumer kasar tanpa tujuan, kelumpuhan pada
anggota gerak.
f. Pemeriksaan
reflex, pada pemeriksaan ini yang dilakukan adalah:
1) Reflex supervisial, dengan cara menggores
kulit abdomen dengan empat goresan yang membentuk segi empat di bawah xifoid.
2) Refleks tendon, dengan mengetuk menggunakan hammer
pada tendon, biseps, trisep, patella, achiles dengan penilaian pada
bisep (terjadi fleksi sendi siku), trisep (terjadi ekstensi sendi siku),
achiles (terjadi fleksi plantar kaki), apabila hiperrefleks berarti ada kelainan pada upper motor neuron dan apabila hiporefleks
maka ada kelainan pada lower motor neuron.
g. Refleks
patologis dapat menilai adanya refleks Babinski
dengan cara mengompreskan plantar kaki dengan alat yang sedikit runcing,
hasilnya positif apabila terjadi ekstensi ibu jari.
h. Pemeriksaan
tanda meningeal antara lain kaku kuduk dengan cara pasien diatur posisi
terlentang kemudian leher ditekuk apabila terdapat tekanan dagu dan tidak
menempel atau mengenai bagian dada maka terjadi kaku kuduk.
i. Pemeriksaan
keempat adalah pemeriksaan kekuatan dan tonus otot dengan menilai pada bagian
ekstremitas, dengan cara memberi tahanan atau menggerakkan bagian otot yang
akan dinilai (Hidayat, 2014).
8. Penatalaksanaan
Keperawatan (Nurarif & Kusuma, 2013):
a. Manajemen
demam atau termoregulator tubuh:
1) Anjurkan
berikan pakaian yang tipis dan menyerap keringat
2) Anjurkan
untuk tidak memakai selimut dan pakaian tebal
3) Berikan kompres hangat pada lipatan tubuh (aksila,
lipatan paha, leher), lakukan tapid
sponge.
4) Anjurkan untuk meningkatkan intake cairan oral (banyak minum air
putih atau ASI)
5) Manajemen
cairan dan elektrolit
6) Monitor
TTV
7) Monitor
intake dan output cairan
8) Monitor status hidrasi (kelembaban membrane
mukosa, nadi adekuat, turgor kulit)
9) Monitor
hasil laboratorium (darah lengkap dan urin lengkap)
10)Kolaborasi pemberian cairan
intravena
11)Berikan cairan oral sesuai
kebutuhan
b. Mengamankan jalan nafas
1) Buka
jalan nafas
2) Posisikan
pasien untuk memaksimalkan ventilasi
3) Identifikasi
pasien perlunya pemasangan alat bantu nafas
4) Pasang
OPA bila diperlukan
5) Singkirkan
benda-benda yang mengganggu pernafasan
c. Mencegah
resiko jatuh
1) Identifikasi
kebutuhan keamanan pasien
2) Gunakan skala humpty dumpty, gunakan
gelang resiko jatuh (kuning), pasang tanda resiko jatuh (segitiga warna kuning)
di tempat tidur.
3) Pembatasan gerak saat kejang
4) Baringkan pasien di tempat rata, kepala
dimiringkan dan pasang tongue spatel yang telah dibungkus kassa.
5) Kolaborasi pemberian oksigen, cairan infus
antipiretik dan antikonvulsi.